CERPEN TEMA IMPIAN "MENULIS ADALAH BAGIAN HIDUPKU"
MENULIS
ADALAH BAGIAN HIDUPKU
Sore itu,
matahari tampak masih saja bersinar begitu terik. Angin yang sepoi-sepoi
membuat pepohonan rimbun menggoyang-goyangkan daun dan rantingnya. Terlihat
burung-burung kecil berterbangan saling mengejar satu sama lain dengan
menyerukan kicauannya yang begitu merdu. Banyak orang lalu lalang di jalan
raya, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Tukang bakso yang baru
berangkat untuk berdagang keliling komplek, orang-orang kantoran yang baru saja
pulang dari tempat kerjanya, hingga anak-anak kecil yang baru saja pulang dari
tempat mereka mengaji setiap sorenya.
Ekspresi mereka berbeda-beda ada yang terlihat bahagia ada juga yang
terlihat lesu dan lelah. Tapi bagaimana dengan suasanan hatiku sendiri
sekarang? Bahagiakah? Sepertinya. Karena sore ini aku akan memulai menulis
karya sastra ku lagi. Kali ini aku akan menulis sebuah cerita pendek. Disertai
angin yang sepoi-sepoi, hal itu membuatku makin betah saja disini.
Iya, aku sedang berada di atas pohon. Aku selalu
menulis karya sastra sambil duduk diatas pohon. Karena, dengan seperti itu aku
akan lebih mudah menemukan inspirasi untuk menulis. Aneh memang. Tapi, itu lah
aku. Semua orang mempunyai caranya tersendiri untuk mengembangkan hobby nya
tersebut. Tapi, ada satu alasan lagi mengapa aku di atas pohon. Itu karena aku
takut bapak marah. Bapak selalu tak suka melihat aku hanya duduk, berfikir,
melamun, lalu menulis disetiap sorenya. Ia bilang aku seperti tak ada kerjaan saja. Padahal kan aku sedang mencari
inspirasi. Kesalku.
“Fira…”
suara bapak mengagetkanku, inspirasi yang hampir aku dapatkan kini kembali
hilang. Aku langsung turun dari atas pohon dengan begitu cepat dengan kekuatan
seribu bayangan hehe. Aku langsung menghampiri bapak. Bapak menatapku dengan
begitu tajam. Matanya seakan-akan membuatku takut untuk menatapnya.
“Sudah
bapak katakan harus memberhentikan hobbi menulismu itu!” seru bapak dengan nada
begitu lantang. Aku yang mendengarnya hati ini seperti tertusuk pisau yang
begitu tajam.
“Tapi,
pak..” ucapku dengan nada lirih. Aku selalu merasa kesal jika bapak berkata
seperti itu. tapi aku tak bisa melawan perkataannya. Sebagai anak, aku harus
sopan dan taat kepada orang tua.
“Kamu tau,
menjadi seorang penulis itu tidak menjamin hidup kita menjadi lebih baik lagi.
Bapak tau bapak salah. Bapak yang menjadikan hidup kita miskin seperti ini, tinggal di rumah kontrakan kecil, kendaraan tak
punya semuanya sudah disita oleh bank semenjak perusahaan bapak bangkrut.
Jadilah kamu seperti ibumu. Seorang dokter. Dokter penghasilannya lebih besar
daripada penulis.” Jelas bapak. Airmata ku mulai mengalir membahasi pipi
kecilku. Sebelum bapak berkata lebih panjang lagi, aku langung pergi masuk ke
dalam kamar. “Maafkan Fira pak”
ucapku lalu ku langkahkan kakiku menuju kamar.
Di dalam
kamar aku menangis sejadi-jadinya hingga hatiku merasa lebih tenang. Sesekali
ku lihat berbagai piagam ku dari hasil mengikuti lomba menulis selama ini. Tapi
sayang, belum ada satu pun hasil karya sastra ku yang dibukukan oleh penerbit.
Aku memulai menyukai dunia menulis sejak SD kelas 6. Semenjak itu hanya ibu lah
yang mendukungku untuk menjadi penulis. Tapi, ketika aku SMP kelas 2 semua itu
berubah. Hanya teman-temanku lah yang mendukungku. Semenjak saat itulah
prestasiku dalam menulis menurun.
Tapi, semangat itu kembali lagi sekarang.
Kini aku sudah dewasa umurku sudah 17 tahun aku harus kuat. Aku harus bisa
mewujudkan impianku tersebut. Aku sudah berkali-kali mengirimkan naskah novelku
ke berbagai penerbit namun semua itu ditolak. Pernah suatu hari aku ketahuan
oleh bapak sedang mengedit naskah ku di ruang tamu, saat itu bapak baru pulang
kerja dengan melihatku sedang mengedit emosi bapak langsung terlihat di raut
wajahnya. Ia langsung menuju kamarku lalu mengambil semua hasil naskah karyaku
dan membakarnya di halaman belakang rumah. Sakit? Pasti. Lebih sakit dari orang
yang merasakan patah hati karena cinta. Namun kini peristiwa itu sudah aku
buang jauh-jauh dari ingatanku. Air mataku tak lama kemudian berhenti dengan
sendirinya, disaat itu juga tiba-tiba aku menerima pesan.
Langsung ku buka
pesan tersebut. Penerbit Cempaka.
Iya! Itu nama pengirim yang tertera dalam pesanku. Ku baca dengan begitu
teliti, dan akhirnya! Kini senyum kesedihanku berubah menjadi senyum
kebahagiaan. Senyumku mulai mengembang kembali. Naskah novel ku yang sudah
bebulan-bulan aku kirimkan kini berhasil diterima dan akan diterbitkan secepat
mungkin. Dengan ekspresi bahagia aku meloncat sana meloncat sini diatas tempat
tidur. Perjuanganku selama ini tak sia-sia. Sudah lebih dari 5 novel karyaku
ditolak oleh beberapa penerbit dan sekarang novel yang berjudul “Kasih Suci”
telah resmi akan diterbitkan. Tapi, seketika aku mendadak lesu. Apa komentar
bapak jika naskahku diterima? Apakah beliau akan ikut bahagia atau sebaliknya?
Keesokkan
harinya, kebetulan hari itu hari minggu. Jadi aku tak harus bolos sekolah untuk
pergi ke perusahaan penerbit cempaka. Kebetulan perusahaan penerbit tersebut
tidak begitu jauh masih satu kota denganku. Aku dengan pelan menghentakkan
kakiku berjalan keluar. Sesampainya, aku langsung mencari sang editor naskah
ku. Kak Rika namanya. Setelah berjam-jam mencari akhirnya bertemu juga, kak Rika
sedang sibuk ternyata.
Ternyata naskah novelku sudah jadi 100%. Pemilihan cover
buku nya saja sudah jadi dan pas, aku suka dengan hasilnya walaupun tak
berunding dulu denganku tentang masalah cover. Dan di bagian belakang disertai
biodata diriku serta nama penaku –firalesmana-
disertai nomor ISBN betapa bahagianya diriku. Karena kak Rika sibuk aku diminta
untuk menemui kak Andre pihak yang menerbitkan dan mempromosikan buku-buku
baru. Belum juga aku menyapa nya dia sudah menyapa diriku terlebih dahulu.
“Kamu Fira
Lesmana ya? Wah ternyata kamu orangnya cantik sama dengan hasil novelmu yang
begitu cantik dan rapi. Ini hasil nya, ini buku buat kamu aja gratis kok.”
Katanya. Aku diberi naskah novelku yang sudah di editing Kak Rika, aku langsung
membolak-balikan satu persatu halaman tersebut. Editingnya terlihat begitu
rapi. Aku menyukainya. “Hari ini juga buku mu akan terjun di dunia pemasaran”
celetuk kak Andre. Kaget? Pasti. Sungguh keberuntungan apa yang aku dapatkan
pada saat itu. Sebelum pulang menuju rumah aku sempatkan terlebih dahulu ke
salah satu mall yang berada di dekat kontrakanku. Tujuanku langsung mengarah ke
toko buku. Dan lihat! Novel dengan judul “Kasih Suci” terpajang dengan jelas
diurutan best seller hari ini. Ku lihat banyak pengunjung yang sedang membaca
synopsis ceritanya, dan ada juga yang sudah membelinya.
Keesokkan harinya , teman-temanku menghampiriku dengan
memberikanku berbagai banyak pertanyaan. Serta ada pula yang sudah membelinya.
Dan ketika itu aku teringat, buku novelku aku letakkan di meja belajarku tidak
ku simpan ditempat tersembunyi. Gawat! Jika bapak tau. Sepulang sekolah aku
langsung menuju kamar, ternyata novel tersebut tak ada di atas meja tersebut.
Ku cari hingga sampai kekolong kasur tak ada juga. sampai sudah beberapa jam
aku mencarinya bapak muncul berdiri didepan pintu kamarku dengan tatapan yang
begitu tajam seperti biasanya. “Ini nak
yang kau cari?” tanya dengan nada lembut. Tak seperti biasanya bapak berkata
selembut itu kepadaku. Aku pun mengangguk.
“Bapak bangga sama kamu. Ternyata kau berhasil memwujudkan
cita-citamu menjadi penulis yang menurut bapak itu adalah hal yang mustahil.
Mulai sekarang bapak tidak akan melarangmu untuk berhenti menulis lagi.
Gapailah impianmu nak. Karena kamu sendiri yang menentukan impianmu” jelasnya
sambil mengelus rambut panjangku. Aku tersipu malu.
“Iya, terimakasih
pak..” aku langsung memeluk bapak dan mengalir lah air mata ku begitu deras.
Komentar
Posting Komentar