Cerpen 'Hujan'

HUJAN

            Rinai hujan yang turun pada malam itu sangat mengingatkan ku kepada seseorang. Seseorang yang sangat berharga dalam hidupku. Ia selalu menjaga dan melindungi ku, selalu perhatian dengan keadaanku, dan selalu menyelipkan namaku di setiap doanya. Ya, ia aku panggil dengan panggilan ‘Ayah’. Ayah adalah seorang pahlawan dalam hidupku begitu juga untuk ibu dan adik-adikku. Ia selalu mengajarkan ku untuk menjadi orang yang baik salah satunya yaitu menjelaskan mengenai apa itu arti semangat dalam hidup.
“Kamu harus selalu optimis. Tidak boleh menjadi anak yang pesimis” kata nya
Aku hanya membalas kata-kata tersebut dengan ‘anggukan’. Kata-kata tersebut masih ku ingat hingga sekarang. Namun sayang kini ia telah pergi selama-lamanya meninggalkan kami. Aku yang kini sudah menjadi seorang mahasiswi di salah satu fakultas sastra yang sangat terkenal di kotaku. Sungguh bahagianya diriku bisa masuk ke fakultas idaman. Karena, aku ingin sekali menjadi seorang penulis.

            Malam itu aku gunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang belum terselesaikan. Dengan ditemani oleh rintikan hujan diluar sana dan disertai udara yang sangat amat dingin hingga menusuk tulang belakang. Namun ketika aku sedang mengerjakan tugas-tugas, aku merasa ada orang lain yang ada di kamarku. Orang itu duduk di tempat tidurku. Aku yang sedang sibuk menyelesaikan tugas akhirnya berhenti seketika. Perasaan merinding dalam tubuh pun menghampiriku, aku ragu untuk menoleh ke belakang. Pikiranku mulai buyar, tubuhku merasakan keringat dingin. Suasana saat itu sangat mencekam, suara rintikan hujan diluar sana dengan petir yang sangat menakjubkan serta ditambah suara angin yang berhembus begitu kencang membuat perasaan takut semakin menambah. Namun perasaan takut itu seketika hilang karena adik ku masuk ke dalam kamarku dengan begitu gaduh. Ia kebingungan melihat kakaknya yang seperti orang ketakutan.

“Kenapa muka mu seperti orang ketakutan seperti itu kak? Apa ada yang salah dari mukaku? Hahaha” tanyanya sambil duduk di tempat tidurku dengan asik memainkan gadgetnya.

“Engga kok siapa yang ketakutan coba? Kamu ngapain ke sini dek? Kakak lagi sibuk belajar” kataku

“iih kakak kok gitu sih? Yasudahlah aku akan pergi saja dari sini, awas sendirian kak ntar barangkali ada sesuatu loh” katanya yang seakan-akan menakut-nakuti  diriku ini.

“Apaan sih gak ada apa-apa kok wekk. Sono pergi tuh dipanggil mamah”
Akhirnya si adek pun pergi keluar dari kamarku dengan ekspresi yang sangat amat lucu.

            Aku pun mulai mengerjakan tugasku lagi, jam sudah menujukkan pukul 10 malam namun tugasku belum selesai juga. Aku harus cepat!. Tak beberapa lama kemudian perasaan takut pada diriku muncul kembali. Entah apa yang aku rasakan pada saat itu. Aku seperti ada seseorang yang memperhatikan ku di kamar. Tiba-tiba ada bayangan hitam yang lewat dibalik jendela kamarku. Siapa dia? Hujan-hujan begini kenapa dia malah diluar dan ini sudah larut malam. Aku ingin sekali mengetahui bayangan itu siapa, namun selalu saja perasaan takut ku selalu muncul. Akhirnya aku tak mengurusi kejadian itu aku langsung fokus kembali ke tugasku. Namun bayangan itu masih ada dibalik jendela kamarku. Bayangan itu yang tadinya hanya lewat dengan cepat begitu saja, sekarang bayangan itu berdiri tepat dari balik jendela kamarku. Aku pun penasaran siapa dia.

            Dengan perlahan-lahan aku beranikan langkah ku untuk menghampiri bayangan itu. Semakin dekat diri ini menuju jendela kamar. Ku buka tirai jendela dengan begitu pelan disertai perasaan takut. Berkali-kali ku ucap doa ketika akan membuka tirai jendela. Setelah tirai terbuka aku melihat seorang laki-laki yang berdiri di luar sana. Aku pun penasaran siapa dia sebenarnya, mengapa dia berada dihalaman rumahku pada saat malam hari dan disertai dengan hujan begini. Aku mencoba membuka jendela kamarku. Nampaknya aku kenal siapa laki-laki itu. Laki-laki itu tak asing bagiku. Yaa! Itu seperti ayah!.

“Ayah?” panggilku memberanikan diri.

Laki-laki itu tetap saja tak menoleh kebelakang dimana tepat aku berdiri. Aku pun semakin yakin kalau itu ayah. “Ayah aku rindu ayah, sangat rindu!” kataku. Perlahan-lahan airmata membasahi pipiku. Setelah lama ayah tak menoleh akhirnya ia menoleh juga namun sayang ia hanya memaling kan muka kea rah kanan tidak ke kebelakang. “Ayah lihat aku ayah, anakmu” kataku. “Ayah juga rindu kalian semua.” katanya. Namun apa daya ketika aku ingin memeluknya bayangan nya hilang seketika. Aku belum sempat memeluk ayah pada saat itu. mungkin ini semua terjadi karena aku yang akhir-akhir ini sangat merindukan seorang ayah. Ayah aku kangen sesosok ayah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN "BUDAYA BANGSA BUDAYA KITA"

CERPEN "PENGGANTI DIRINYA"

Cerpen Petikan Gitar